Semarang — Limbah kulit udang yang biasanya dibuang kini disulap menjadi inovasi pangan berkelanjutan. Dua mahasiswa Jurusan Kimia Universitas Diponegoro, Bayu Saputra dan Salik Bahrudin, menciptakan Chitoma, edible coating berbasis kitosan dari kulit udang dengan tambahan kunyit, yang mampu memperpanjang umur simpan buah dan sayur. Inovasi ini diperkenalkan melalui Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) 2025.

Produk ini lahir sebagai jawaban atas tingginya angka food loss dan food waste (FLW) di Indonesia. Berdasarkan data FAO, sekitar sepertiga hasil pertanian dunia terbuang setiap tahunnya. Di Indonesia, banyak buah dan sayur cepat rusak dalam rantai distribusi, menyebabkan kerugian besar bagi ibu rumah tangga, pedagang pasar, dan pelaku UMKM, serta menghambat upaya pemerintah meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Chitoma bekerja dengan membentuk lapisan tipis yang aman dikonsumsi. Kitosan dari kulit udang menjadi bahan utama yang melindungi permukaan buah dan sayur dari kontak langsung dengan mikroorganisme, sementara kunyit memberikan efek antimikroba alami berkat kandungan kurkumin. Kombinasi ini membuat buah dan sayur tetap segar lebih lama, mengurangi pembusukan, sekaligus menjaga kualitas gizi.

“Selama ini banyak buah dan sayur yang sebetulnya masih layak dikonsumsi terbuang sia-sia. Chitoma kami hadirkan sebagai solusi praktis dan alami untuk memperpanjang umur simpan pangan,” ujar Bayu Saputra. Rekannya, Salik Bahrudin, menambahkan bahwa inovasi ini juga dapat memberikan nilai ekonomi tambahan bagi pedagang dan UMKM, karena mengurangi kerugian akibat pembusukan.

Selain aman dan ramah lingkungan, produk ini mudah diaplikasikan oleh rumah tangga, pedagang, maupun pelaku UMKM, sehingga dapat digunakan secara luas. Saat ini, tim Chitoma tengah menyiapkan produksi massal, pengujian kualitas produk, serta pengurusan hak paten dan merek dagang untuk menjaga keberlanjutan inovasi ini.

Dengan dukungan lintas disiplin—Kimia, Teknologi Pangan, Ilmu Gizi, dan Bisnis Digital—Chitoma membuktikan bahwa limbah bisa diubah menjadi solusi pangan nyata yang mendukung ketahanan pangan, mengurangi food waste, serta memperkuat ekonomi lokal. Tim berharap inovasi ini dapat diterapkan luas di pasar tradisional maupun rumah tangga, memberikan dampak nyata dalam mengurangi pemborosan pangan di Indonesia.